ANTIHISTAMIN
Antihistamin (antagonis
histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin.
Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang
mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin
klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin sebagai penghambat dapat
mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh
interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai
efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler
yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.
MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN
Antihistamin ini
biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh
tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk
sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah
signifikan di tubuh.
MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN
1. Antihistamin (AH1) non sedatif.
a. Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b. Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c. Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d. Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2. Terdapat
beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya
terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis
Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi.
Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine,
quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik
ini), dan prometazina.
b. Antagonis
Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal.
Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis
reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina,
ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis
Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan
memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan
clobenpropit.
d. Antagonis
Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti
khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik.
Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini
digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
Beberapa obat lainnya juga memiliki
khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan
antipsikotik.
Prometazina adalah obat yang awalnya
ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu
mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga
mencegah degranulasinya.
Biasanya dengan istila “antihistaminika” selalu dimaksud
H1-blokers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki
berbagai khasiat lainnya, yakni daya antikolinergis, antiemetis,
dan daya menekan SSP (sodatif), sedangkan beberapa di antaranya
mempunyai efek antiserotonin dan lokal anestetis (lemah).
1. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H1 (Antihistaminika Klasik)
Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya,
yaitu:
- Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidramin, Dimenhidrinat Karbinoksamin maleat.
- Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.
- Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.
- Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.
- Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.
Senyawa
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1
a. Gugus aril yang bersifat lipofil
kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
b. Secara umum untuk mencapai
aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
c. Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping
tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
d. Rantai alkil antara atom X
dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak
antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e. Faktor sterik juga
mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f. Efek antihistamin akan
maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak
pada bidang yang sama
1) Turunan eter amino alkil
Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktifitas
a) Pemasukan
gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan
meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
b) Pemasukan
gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan
aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek
antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
c) Senyawa
turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup
bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu
senyawa pemblok kolinergik.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol
a) Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
b) Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
c) Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
d) Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
e) Pipirinhidrinat
2) Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin
a) Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
b) Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
c) Mebhidrolin
nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam
system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.
3) Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.
Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin
a) Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
b) CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
c) Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.
4) Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relatif panjang
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin
a) Homoklorsiklizin,
mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap
histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
b) Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
c) Oksatomid,
merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi alerhi,
mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga
dapat menghambat efeknya.
5) Turunan fenotiazin
Selain
mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas
tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic
dan sedativ.
Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
a) Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
b) Metdilazin
c) Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
d) Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
e) Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.
2. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H2 (Penghambat Asma)
Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap
sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan
bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos, pembuluh darah mempuntai
kedua reseptor yaitu H1 dan H2.
-Struktur
Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan
histamin. Simetidin mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung
komponen aminomethylfuran moiety.
3. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan
memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan
clobenpropit.
4. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya
sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa
obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya
ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah
penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.
•
Pheniramin
bekerja pada reseptor H1
Ikatan histamin dengan
reseptor H1 didapatkan dalam bentuk 3 dimensi, sehingga disimpulkan bahwa ikatan reseptor H1 dengan histamin/antihistamin merupakan
ikatan spesifik stereo. Beberapa
antihistamin seperti cetirizinloratadin dan levocetirizin dapat berikatan
dengan reseptor H1 dalam ikatan spesifik
stereo. Afinitas dan durasi ikatan antihistamin dengan reseptor berperan pada
efektivitas antihistamin. Metode untuk
mengukur efektivitasantihistamin dapat dengan cara melakukan uji tusuk
kulit(skin prick test), yang diikuti penilaian penghambatan antihistamin terhadap warna merah (flare) dan
sembab(wheal) yang ditimbulkan histamin. Antihistamin yang mempunyai afinitas besar
terhadapreseptor H1, durasi ikatan antara antihistamin dengan reseptor yang lebih lama dan mempunyai khasiat antiinflamasi
akan mempunyai efektivitas yang lebih
baik dari pada antihistamin lainnya. Selain itu farmakokinetik dan
farmakodinamikantihistamin masih perlu diteliti sehingga didapatkan
antihistaminyang tidak menimbulkan efek samping yang berarti.
Apa itu fenotiazin?
Fenotiazin adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mental dan emosional yang serius,
termasuk skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya, bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor
trigger zone. Beberapa digunakan juga untuk mengontrol agitasi pada pasien
tertentu, mual dan muntah, cegukan yang parah, dan nyeri sedang sampai berat .
Fenotiazin
|
![]() |
|
10
H-fenotiazin
|
Nama
lain [hide]
thiodiphenylamine,
dibenzothiazine, dibenzoparathiazine, 10 H-Dibenzo-[b, e]
-1,4-thiazine, PTZ
|
Properti
|
C 12 H
9 NS
|
199,27 g / mol
|
Penampilan
|
kuning belah
ketupat selebaran atau
berlian berbentuk
piring
|
185 ° C, 458 K, 365 ° F
|
371 ° C, 644 K,
700 ° F
|
0,00051 g / L (20 ° C)
|
Kelarutan dalam
pelarut lainnya
|
benzena , eter , petroleum eter
, kloroform , panas asam asetat , etanol (sedikit), minyak mineral
(sedikit)
|
Keasaman
(p Ka)
|
kira-kira 23 di DMSO
|
Turunan
fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin juga mempunyai aktivitas
tranquilizer dan antiemetik, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat
analgesik dan sedatif.
Secara
umum pemasukan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 dan
perpanjangan atom C rantai samping, misal etil menjadi propil akan mningkatkan
aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek antihistamin.
Turunan fenotiazin mempunyai struktur kimia
karakteristik yaitu system trisiklik tidak planar yang bersifat lipofil dan
rantai samping alkilamino yang terikat pada atom N tersier pusat cincin yang
bersifat hidrofil. Rantai samping tersebut bervariasi dan kebanyakan merupakan
salah satu struktur sebagai berikut : propildialkilamino, alkilpiperidil atau
alkilpiperazin. Turunan fenotiazin digunakan untuk pengobatan gangguan mental
dan emosi yang moderat sampai berat, seperti skizofrenia, paranoia,
psikoneurosis (ketegangan dan kecemasan) serta psikosis akut dan kronik. Banyak
turunan fenotiazin mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik atau
antikolinergik. Turunan fenotiazin juga mengadakan potensiasi dengan obat-obat
sedatif-hipnotika, analgetika narkotik atau anestetika sistemik.
Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa
gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan
jangka panjang menimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit
kuning, perubahan mata dan kulit selta sensitifterhadap cahaya.
Contoh turunan fenotiazin yang terutama digunakan
sebagai antipsikosis adalah promazin, klorpromazin, trifluoperazin, teoridazin,
mesoridazin, perazin (Taxilan), butaperazin, flufenazin, asetofenazin dan
carfenazin. Contoh turunan fenotiazin yang terutama digunakan sebagai
antiemetik adalah proklorperazin dan perfenazin.
Struktur turunan fenotiazin dengan rantai samping
aminoalkil
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Gugus pada R2 dapat menentukan kerapatan elektron sistem
cincin. Senyawa mempunyai aktivitas yang besar bila gugus pada Rr bersifat
penarik elektron dan tidak terionisasi. Makin besar kekuatan penarik elektron
makin tinggi aktivitasnya. Substitusi pada R2 dengan gugus Cl atau CF3
akan meningkatkan aktivitas. Substituen CF3 lebih aktil dibanding Cl karena mempunyai
kekuatan penarik elektron lebih besar tetapi elek samping gejala ekstrapiramidal
ternyata juga lebih besar. Substitusi pada R2 dengan gugus tioalkil (SCH3),
senyawa tetap mempunyai aktivitas tranquilizer dan dapat menurunkan efek
samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus asil (COR), senyawa tetap
menunjukkan aktivitas tranquilizer.
b. Substitusi pada posisi 1,3 dan 4 pada kedua cincin aromatik akan menghilangkan
aktivitas tranquilizer.
c. Bila jumlah atom C yang mengikat nitrogen adalah 3, senyawa
menunjukkan aktivitas tranquilizer optimal. Bila jumlah atom C = 2, senyawa
menunjukkan aktivitas penekan sistem saraf pusat yang moderat tetapi efek
antihistamin dan anti-Parkinson lebih dominan.
d. Adanya percabangan pada posisi β-rantai alkil dapat mengubah
aktivitas farmakologisnya. Substitusi β -metil dapat meningkatkan aktivitas antihistamin
dan antipruritiknya. Adanya substitusi tersebut menyebabkan senyawa bersifat
optis aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif dibanding isomer
dekstro.
e. Substitusi pada rantai alkil dengan gugus yang besar, seperti fenil
atau dimetilamin, dan gugus yang bersifat polar, seperti gugus hidroksi, akan menghilangkan
aktivitas tranquilizer.
f. Penggantian gugus metil pada dimetilamino dengan gugus alkil yang
lebih besar dari metil akan menurunkan aktivitas karena meningkatnya pengaruh halangan
ruang.
g. Penggantian gugus dimetilamino dengan gugus piperazin akan
meningkatkan aktivitas tranquilizer, tetapi juga meningkatkan gejala
ekstrapiramidal.
h. Penggantian gugus metil yang terletak pada ujung gugus piperazin
dengan gugus -CH2CH2OH hanya sedikit meningkatkan aktivitas.
i. Kuarternerisasi rantai samping nitrogen akan menurunkan kelarutan
dalam lemak, menurunkan penetrasi obat pada sistem saraf pusat sehingga menghilangkan
aktivitas tranquilizer.
j. Masa kerja turunan fenotiazin dapat diperpanjang dengan membuat
bentuk esternya dengan asam lemak yang berantai panjang seperti asam enantat
dan dekanoat.
DAFTAR PUSTAKA
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat
Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse,
Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi 21.
Jakarta: Salemba Medika.
Anang Endaryanto, Ariyanto
Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui induksi
aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya
Pertanyaan
:
1. Fenotizin dan turunannya dapat di buat bentuk
sediaan apa saja?
2. Apa criteria kondisi medis pasien yang tepat
untuk diberikan obat ini?
3. Nama dagang yang komersial untuk golongan dan
turunan fenotiazin?
4. Apakah Golongan fenotiazin ini aman untuk ibu hamil dan
anak anak?
5. Bagaimana ikatan reseptor dengan turunan fenotiazin?
6. Bagaimana mekanisme terjadinya inflamasi?
7. Apa yang menyebabkan lepasnya histamine?
8. Apa saja efek samping antagonis histamin H-1?
Saya akan mencoba menjawab No. 7
BalasHapusHistamin dilepaskan / dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina.
saya setuju dengan nadya, senyawa alergen dapat menginduksi sel mast melepaskan histamin sebagai respon inflamasi
Hapusdan kerja antagonis h1 yaitu kompetisi dengan reseptor histamin agar alergi tidak terjadi
Hapusmenurut artikel yang saya baca mengenai pertanyaan nomor 6 pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.
BalasHapusPada proses inflamasi juga terjadi inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akann keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofak mononuklear besar akan tiba dilokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya terjadi pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal.
BalasHapusSaya mencoba menjawab no 8, salah satu antagonis histamin generasi 1 adalah turunan fenotiazin, penggunaan fenotiazin dalam dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjangmenimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit selta sensitif terhadap cahaya. Semoga dapat membantu ...
BalasHapusPertanyaan no.8
BalasHapusAntagonis H1
Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.
Daftar Pustaka
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 6, Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:
BalasHapus1. Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
2. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit
menurut saya jawaban no 3 Fenotiazin memiliki nama dagang banyak termasuk afitiazin,agrazine,antiverm,orimon reconox,vermitin dsb.
BalasHapus1. Tablet, suppositoria dan larutan suntikan
BalasHapusYa saya setuju dengan Dayang, semua bentuk sediaan pada fenotiazin ini dibuat berdasarkan kondisi dari pasien tersebut. Apabila pasien membutuhkan obat dengan efek yang cepat, maka perlu digunakan larutan suntikan agar mencapai efek terapi yang cepat. Pada tablet digunakan sebagai obat sehari hari konsumsi pasien
HapusSaya ingin menjawab pertanyaan nomor 6, yaitu
BalasHapusMekanisme Inflamasi
Mediator inflamasi yang dilepaskan akan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat membuat pelebaran pada endotel vaskuler. Melebarnya endotel akan menyebabkan ekstravasasi leukosit atau keluarnya leukosit dari pembuluh darah. Proses ekstravasasi sendiri meliputi :
1. Marginasi, menempelnya leukosit pada tepi pembuluh darah.
2. Rolling, leukosit berguling-guling pada permukaan endotel
3. Adhesi, leukosit menempel kuat pada permukaan endotel karena adanya molekul adhesi (ICAM-1 dan VCAM-1) yang diaktifkan oleh TNF dan IL-1
4. Transmigrasi, leukosit berpindah menembus membran basal sel endotel
5. Migrasi, leukosit menuju ke arah kemoaktran yang dilepaskan oleh sumber cedera
Setelah proses ekstravasasi tadi, kemudian akan diikuti dengan fagositosis, pembunuhan, dan degradasi antigen oleh leukosit.
untuk jawaban no 5, ikatan fenotiazin dengan reseptor yaitu obat fenotiazin bekerja di seluruh sistem syaraf pusat, fenotiazin ini memiliki ikatan van der walls pada cincin aromatiknya. jenis ikatan dengan reseptornya itu bersifat rigid karena hanya mengikat 1 reseptor saja.
BalasHapuspertanyaan no 8
BalasHapusmenurut artikel yang saya baca saya mendapatkan jawaban no 8 yaitu Antagonis H1
Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.
Efek samping antagonis-H1 antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejanga dan sakit kepala.
Hapussaya akan menambahkan efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare.
BalasHapushai dina, saya akan coba jawab pertanyaan no 8 yaitu ES nya berdasarkan yang saya ketahui yaitu Pusing, lesu, insomnia, hilang nafsu makan, mual dan muntah, diare, mulut kering, retensi urin dan lain sebagainya.
BalasHapushai dina, saya akan menjawab pertanyaan no 1. Menurut sumber yang saya pelajari fenotiazin dan turunan dapat dibuat dalam bentuk sediaan oral (tablet, suspensi, tablet bukal, dan suppositoria
BalasHapussaya akan mencoba menjawab soal no. 8
BalasHapusEfek samping dari antihistamin adalah sedasi, pusing, lesu, insomnia, hilang nafsu makan, gangguan saluran cern, mual dan muntah, diare, mulut kering, retensi urin.
8. Efek samping antagonis-H1 antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejanga dan sakit kepala.
BalasHapusObat golongan fenotiazin :
BalasHapuschlorpromazine (dosis 150-600 mg/hari), thioridazin (dosis 150-600 mg/hari), Trifluoperazin (dosis 10-15 mg/hari), perfenazin (12-24 mg/hari), Flufenazin (dosis 10-15 mg/hari).