Kamis, 19 Oktober 2017

ANTIHISTAMIN

ANTIHISTAMIN



Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. 
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.


MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN
1.  Antihistamin (AH1) non sedatif.
a.    Terfenidin
           Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b.     Astemizol 
            Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c.    Mequitazin
            Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d.    Loratadin 
            Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.

2.    Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
a.  Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
b.  Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c.  Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d.  Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.






Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik.



Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.




Biasanya dengan istila “antihistaminika” selalu dimaksud H1-blokers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki  berbagai khasiat lainnya, yakni daya antikolinergis, antiemetis, dan daya menekan SSP (sodatif), sedangkan beberapa di antaranya mempunyai efek antiserotonin dan lokal anestetis (lemah).

1. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H1 (Antihistaminika Klasik)

    Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:

  •      Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidramin, Dimenhidrinat Karbinoksamin maleat.

  •      Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.

  •      Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.

  •      Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.

  •      Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.

      Senyawa
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1

a.    Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
b.      Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
c.   Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
d.      Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e.       Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f.       Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama

1)      Turunan eter amino alkil
Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktifitas
a)      Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
b)      Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
c)      Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol
a)  Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
b)      Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
c)      Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
d)     Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
e)      Pipirinhidrinat

2)      Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin
a)  Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
b)     Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
c) Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

3)      Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.
Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin
a)      Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
b)      CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
c)      Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.

4)      Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relatif panjang
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin
a)  Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
b)      Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
c)    Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.

5)      Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.
Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
a)      Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
b)      Metdilazin
c)  Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
d)     Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
e)      Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.


2. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H2 (Penghambat Asma)

Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos, pembuluh darah mempuntai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.

-Struktur 

Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran moiety.

3. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H3

Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

 4. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H4

Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.




      Pheniramin bekerja pada reseptor H1

Ikatan histamin dengan reseptor H1 didapatkan dalam bentuk 3 dimensi, sehingga disimpulkan bahwa ikatan reseptor H1 dengan histamin/antihistamin merupakan ikatan spesifik stereo. Beberapa antihistamin seperti cetirizinloratadin dan levocetirizin dapat berikatan dengan reseptor H1 dalam ikatan spesifik stereo. Afinitas dan durasi ikatan antihistamin dengan reseptor berperan pada efektivitas antihistamin. Metode untuk mengukur efektivitasantihistamin dapat dengan cara melakukan uji tusuk kulit(skin prick test), yang diikuti penilaian penghambatan antihistamin terhadap warna merah (flare) dan sembab(wheal) yang ditimbulkan histamin. Antihistamin yang mempunyai afinitas besar terhadapreseptor H1, durasi ikatan antara antihistamin dengan reseptor yang lebih lama dan mempunyai khasiat antiinflamasi akan mempunyai efektivitas yang lebih baik dari pada antihistamin lainnya. Selain itu farmakokinetik dan farmakodinamikantihistamin masih perlu diteliti sehingga didapatkan antihistaminyang tidak menimbulkan efek samping yang berarti.



Apa itu fenotiazin?

Fenotiazin adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mental dan emosional yang serius, termasuk skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya, bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Beberapa digunakan juga untuk mengontrol agitasi pada pasien tertentu, mual dan muntah, cegukan yang parah, dan nyeri sedang sampai berat .





Fenotiazin














10 H-fenotiazin


Nama lain [hide]
thiodiphenylamine, dibenzothiazine, dibenzoparathiazine, 10 H-Dibenzo-[b, e] -1,4-thiazine, PTZ









Properti



C 12 H 9 NS



199,27 g / mol


Penampilan

kuning belah ketupat selebaran atau
berlian berbentuk piring



185 ° C, 458 K, 365 ° F



371 ° C, 644 K, 700 ° F


Kelarutan dalam air

0,00051 g / L (20 ° C)


Kelarutan dalam pelarut lainnya

benzena , eter , petroleum eter , kloroform , panas asam asetat , etanol (sedikit), minyak mineral (sedikit)


Keasaman (p Ka)

kira-kira 23 di DMSO




Turunan fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin juga mempunyai aktivitas tranquilizer dan antiemetik, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan sedatif.




Secara umum pemasukan gugus halogen atau CF3   pada posisi 2 dan perpanjangan atom C rantai samping, misal etil menjadi propil akan mningkatkan aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek antihistamin.



Turunan fenotiazin mempunyai struktur kimia karakteristik yaitu system trisiklik tidak planar yang bersifat lipofil dan rantai samping alkilamino yang terikat pada atom N tersier pusat cincin yang bersifat hidrofil. Rantai samping tersebut bervariasi dan kebanyakan merupakan salah satu struktur sebagai berikut : propildialkilamino, alkilpiperidil atau alkilpiperazin. Turunan fenotiazin digunakan untuk pengobatan gangguan mental dan emosi yang moderat sampai berat, seperti skizofrenia, paranoia, psikoneurosis (ketegangan dan kecemasan) serta psikosis akut dan kronik. Banyak turunan fenotiazin mempunyai aktivitas antiemetik, simpatolitik atau antikolinergik. Turunan fenotiazin juga mengadakan potensiasi dengan obat-obat sedatif-hipnotika, analgetika narkotik atau anestetika sistemik.



Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjang menimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit selta sensitifterhadap cahaya.

Contoh turunan fenotiazin yang terutama digunakan sebagai antipsikosis adalah promazin, klorpromazin, trifluoperazin, teoridazin, mesoridazin, perazin (Taxilan), butaperazin, flufenazin, asetofenazin dan carfenazin. Contoh turunan fenotiazin yang terutama digunakan sebagai antiemetik adalah proklorperazin dan perfenazin.


Struktur turunan fenotiazin dengan rantai samping aminoalkil









Hubungan struktur dan aktivitas



a. Gugus pada R2 dapat menentukan kerapatan elektron sistem cincin. Senyawa mempunyai aktivitas yang besar bila gugus pada Rr bersifat penarik elektron dan tidak terionisasi. Makin besar kekuatan penarik elektron makin tinggi aktivitasnya. Substitusi pada R2 dengan gugus Cl atau CF3 akan meningkatkan aktivitas. Substituen CF3 lebih aktil dibanding Cl karena mempunyai kekuatan penarik elektron lebih besar tetapi elek samping gejala ekstrapiramidal ternyata juga lebih besar. Substitusi pada R2 dengan gugus tioalkil (SCH3), senyawa tetap mempunyai aktivitas tranquilizer dan dapat menurunkan efek samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus asil (COR), senyawa tetap menunjukkan aktivitas tranquilizer.



b. Substitusi pada posisi 1,3 dan 4 pada kedua cincin aromatik akan menghilangkan aktivitas tranquilizer.



c. Bila jumlah atom C yang mengikat nitrogen adalah 3, senyawa menunjukkan aktivitas tranquilizer optimal. Bila jumlah atom C = 2, senyawa menunjukkan aktivitas penekan sistem saraf pusat yang moderat tetapi efek antihistamin dan anti-Parkinson lebih dominan.



d. Adanya percabangan pada posisi β-rantai alkil dapat mengubah aktivitas farmakologisnya. Substitusi β -metil dapat meningkatkan aktivitas antihistamin dan antipruritiknya. Adanya substitusi tersebut menyebabkan senyawa bersifat optis aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif dibanding isomer dekstro.



e. Substitusi pada rantai alkil dengan gugus yang besar, seperti fenil atau dimetilamin, dan gugus yang bersifat polar, seperti gugus hidroksi, akan menghilangkan aktivitas tranquilizer.



f. Penggantian gugus metil pada dimetilamino dengan gugus alkil yang lebih besar dari metil akan menurunkan aktivitas karena meningkatnya pengaruh halangan ruang.



g. Penggantian gugus dimetilamino dengan gugus piperazin akan meningkatkan aktivitas tranquilizer, tetapi juga meningkatkan gejala ekstrapiramidal.



h. Penggantian gugus metil yang terletak pada ujung gugus piperazin dengan gugus -CH2CH2OH hanya sedikit meningkatkan aktivitas.



i. Kuarternerisasi rantai samping nitrogen akan menurunkan kelarutan dalam lemak, menurunkan penetrasi obat pada sistem saraf pusat sehingga menghilangkan aktivitas tranquilizer.



j. Masa kerja turunan fenotiazin dapat diperpanjang dengan membuat bentuk esternya dengan asam lemak yang berantai panjang seperti asam enantat dan dekanoat.



DAFTAR PUSTAKA
Tan, Hoan Tjai.  Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.  
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo  Surabaya
 

Pertanyaan : 
1. Fenotizin dan turunannya dapat di buat bentuk sediaan apa saja? 
2. Apa criteria kondisi medis pasien yang tepat untuk diberikan obat ini? 
3. Nama dagang yang komersial untuk golongan dan turunan fenotiazin? 
4. Apakah Golongan fenotiazin ini aman untuk ibu hamil dan anak anak?
5.  Bagaimana ikatan reseptor dengan turunan fenotiazin?
6.  Bagaimana mekanisme terjadinya inflamasi? 
7.  Apa yang menyebabkan lepasnya histamine? 
8.  Apa saja efek samping antagonis histamin H-1?

21 komentar:

  1. Saya akan mencoba menjawab No. 7
    Histamin dilepaskan / dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan nadya, senyawa alergen dapat menginduksi sel mast melepaskan histamin sebagai respon inflamasi

      Hapus
    2. dan kerja antagonis h1 yaitu kompetisi dengan reseptor histamin agar alergi tidak terjadi

      Hapus
  2. menurut artikel yang saya baca mengenai pertanyaan nomor 6 pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.

    BalasHapus
  3. Pada proses inflamasi juga terjadi inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akann keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofak mononuklear besar akan tiba dilokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya terjadi pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal.

    BalasHapus
  4. Saya mencoba menjawab no 8, salah satu antagonis histamin generasi 1 adalah turunan fenotiazin, penggunaan fenotiazin dalam dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjangmenimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit selta sensitif terhadap cahaya. Semoga dapat membantu ...

    BalasHapus
  5. Pertanyaan no.8
    Antagonis H1
    Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.

    Daftar Pustaka
    Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

    BalasHapus
  6. saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 6, Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:
    1. Perubahan vaskular
    Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
    2. Pembentukan cairan inflamasi
    Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit

    BalasHapus
  7. menurut saya jawaban no 3 Fenotiazin memiliki nama dagang banyak termasuk afitiazin,agrazine,antiverm,orimon reconox,vermitin dsb.

    BalasHapus
  8. 1. Tablet, suppositoria dan larutan suntikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya saya setuju dengan Dayang, semua bentuk sediaan pada fenotiazin ini dibuat berdasarkan kondisi dari pasien tersebut. Apabila pasien membutuhkan obat dengan efek yang cepat, maka perlu digunakan larutan suntikan agar mencapai efek terapi yang cepat. Pada tablet digunakan sebagai obat sehari hari konsumsi pasien

      Hapus
  9. Saya ingin menjawab pertanyaan nomor 6, yaitu
    Mekanisme Inflamasi
    Mediator inflamasi yang dilepaskan akan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat membuat pelebaran pada endotel vaskuler. Melebarnya endotel akan menyebabkan ekstravasasi leukosit atau keluarnya leukosit dari pembuluh darah. Proses ekstravasasi sendiri meliputi :

    1. Marginasi, menempelnya leukosit pada tepi pembuluh darah.
    2. Rolling, leukosit berguling-guling pada permukaan endotel
    3. Adhesi, leukosit menempel kuat pada permukaan endotel karena adanya molekul adhesi (ICAM-1 dan VCAM-1) yang diaktifkan oleh TNF dan IL-1
    4. Transmigrasi, leukosit berpindah menembus membran basal sel endotel
    5. Migrasi, leukosit menuju ke arah kemoaktran yang dilepaskan oleh sumber cedera

    Setelah proses ekstravasasi tadi, kemudian akan diikuti dengan fagositosis, pembunuhan, dan degradasi antigen oleh leukosit.

    BalasHapus
  10. untuk jawaban no 5, ikatan fenotiazin dengan reseptor yaitu obat fenotiazin bekerja di seluruh sistem syaraf pusat, fenotiazin ini memiliki ikatan van der walls pada cincin aromatiknya. jenis ikatan dengan reseptornya itu bersifat rigid karena hanya mengikat 1 reseptor saja.

    BalasHapus
  11. pertanyaan no 8
    menurut artikel yang saya baca saya mendapatkan jawaban no 8 yaitu Antagonis H1
    Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Efek samping antagonis-H1 antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejanga dan sakit kepala.

      Hapus
  12. saya akan menambahkan efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare.

    BalasHapus
  13. hai dina, saya akan coba jawab pertanyaan no 8 yaitu ES nya berdasarkan yang saya ketahui yaitu Pusing, lesu, insomnia, hilang nafsu makan, mual dan muntah, diare, mulut kering, retensi urin dan lain sebagainya.

    BalasHapus
  14. hai dina, saya akan menjawab pertanyaan no 1. Menurut sumber yang saya pelajari fenotiazin dan turunan dapat dibuat dalam bentuk sediaan oral (tablet, suspensi, tablet bukal, dan suppositoria

    BalasHapus
  15. saya akan mencoba menjawab soal no. 8
    Efek samping dari antihistamin adalah sedasi, pusing, lesu, insomnia, hilang nafsu makan, gangguan saluran cern, mual dan muntah, diare, mulut kering, retensi urin.

    BalasHapus
  16. 8. Efek samping antagonis-H1 antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejanga dan sakit kepala.

    BalasHapus
  17. Obat golongan fenotiazin :
    chlorpromazine (dosis 150-600 mg/hari), thioridazin (dosis 150-600 mg/hari), Trifluoperazin (dosis 10-15 mg/hari), perfenazin (12-24 mg/hari), Flufenazin (dosis 10-15 mg/hari).

    BalasHapus